Selasa, 30 November 2010

Aroma Korupsi Hutan di Seruyan - Sejumlah Perusahaan Dimiliki Keluarga Bupati

Carut marut pengelolaan hutan bagi investasi tambang dan perkebunan hampir terjadi di seluruh daerah di Kalteng. Namun, masing-masing kabupaten memiliki karakteristik dan kadar pelanggaran.

Pelanggaran penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan paling mencolok terjadi di Kabupaten Barito Utara (Barut). Sementara Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Seruyan kencang menggunakan kawasan hutan bagi kegiatan perkebunan.

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas, kepada Tabengan, Jumat (7/5), menyebutkan, Kabupaten Seruyan hingga tahun 2008 telah mengeluarkan izin seluas 598.815ha dari 43 izin perkebunan besar swasta (PBS).

Dari jumlah tersebut, yang sudah melakukan aktivitas perkebunan (opersional) hanya 17 PBS dengan luas 205.602ha dan yang sudah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan baru tujuh PBS dengan luas 91.991ha. Sisanya belum memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menhut, tetapi sudah melakukan aktivitas, melanggar UU Kehutanan dan UU Lingkungan Hidup.

Menurut Rio, sapaan Arie Rompas, dugaan pelangaran itu terjadi sejak Februari 2004 hingga akhir 2005 dengan adanya upaya memberikan izin perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan produksi dan hutan produksi terbatas seluas 346.188ha atau 274.188ha berada dalam kawasan hutan produksi, 72.000ha dalam kawasan hutan produksi terbatas.

Izin itu dikeluarkan kepada 23 perusahaan perkebunan kelapa sawit dan diduga 16 di antaranya merupakan milik keluarga dan kroni Bupati Seruyan Darwan Ali.

Selain itu, Darwan juga diduga telah memberikan izin kepada tiga perkebunan kelapa sawit masuk ke dalam kawasan hutan produksi (HP) yang sebagian wilayahnya masuk dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) berdasarkan surat BPKH Wilayah V Kalsel dan diperkuat surat Menhut MS Ka’ban yang kemudian meminta kepada Bupati Seruyan agar mencabut izin lokasi Kharisma Unggul Centralmata Cemerlang (KUCC).

Anehnya, hanya sekitar dua minggu berselang, Menhut justru menyatakan lokasi tersebut masuk di kawasan hutan produksi yang kemudian mengeluarkan izin pelepasan untuk KUCC. Padahal, kawasan TNTP itu belum diubah sebagai kawasan hutan produksi yang bisa dikonversi (HPK). Perubahan sikap Menhut ini menunjukkan indikasi adanya permainan untuk mendapatkan keuntungan.

Tindakan itu, kata Rio, dikategorikan menyalahi kewenangan dan memperkaya diri sendiri atau keluarga. Melanggar Surat Menteri Kehutanan No. S.590/Menhut‐VII/2005 tanggal 10 Oktober 2005 tentang kegiatan usaha perkebunan serta Surat Menteri Kehutanan No. S.255/Menhut‐II/07 tanggal 13 April 2007 tentang pemanfaatan Areal Kawasan Hutan.

Dalam surat itu, Menhut menyatakan agar Bupati Seruyan tidak memberikan izin kepada 23 perusahaan perkebunan tersebut untuk melakukan aktivitas di lapangan sebelum ada Keputusan Menhut yang didasarkan atas penelitian terpadu dan tidak melakukan proses pengukuran kadastral/perolehan hak atas tanah (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum ada SK pelepasan dari Menteri Kehutanan, akibat dari penerbitan SK.

Bupati Seruyan setidak-tidaknya telah menimbulkan kerugian bagi Negara dalam bentuk hilangnya potensi penghasilan negara atau daerah dari hasil hutan, merusak ekosistem dan lingkungan, merugikan negara karena negara harus melakukan reboisasi dan penghijauan hutan. Atas fakta ini, Walhi menduga Darwan Ali telah menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri dan dapat merugikan keuangan Negara.

Senada dengan Arie, Direktur Eksekutif Save Our Borneo (SOB) Nordin menduga Darwan Ali melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri atau kerabat ataupun orang lain dalam kasus pemberian izin perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan di Seruyan.

Bahkan Nordin menyebutkan, untuk satu izin perusahaan kelapa sawit yang dimiliki keluarga dan kroni Darwan Ali dijual ke pengusaha asal Malaysia dengan nilai mencapai Rp300 miliar hingga Rp500 miliar.

Nordin menyebutkan data yang sama, dari 23 perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut, 16 perusahaan di antaranya milik keluarga Darwan Ali. Contohnya, PT GBSM di Desa Empa, Tanjung Baru, Jahitan dan Muara Dua, Kecamatan Seruyan Hilir, Seruyan, izin lokasinya berdasarkan SK Bupati No. 147 Tahun 2004 menyebutkan alamat perusahaan itu di Jalan Tidar I No 1, Sampit, yang merupakan rumah anak dari Darwan Ali di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.

Kemudian, PT Eka Kaharap Itah, Direktur Utamanya--sampai tahun 2003, sebelum dilantik menjadi Bupati adalah Darwan Ali sendiri--, PT Papadaan Uluh Itah, Komisaris Utamanya--sampai tahun 2003, sebelum dilantik sebagai Bupati Seruyan adalah Darwan--, PT Pukun Mandiri Lestari, direkturnya Sudjarwanto (orang kepercayaan/bawahan Darwan Ali).

Selain itu, PT Bulau Sawit Bajenta, direkturnya Khaeruddin Hamdat (biasa dipanggil Daeang) adalah ajudan pribadi Darwan Ali, PT Alam Sawit Permai, pimpinannya H Banda (anak dari kakak kandung Darwan Ali), PT Banua Alam Subur, direkturnya H Darlen (kakak kandung Darwan Ali).

Hubungan Dengan Wilmar

Nordin memaparkan, Wilmar International Limited adalah perusahaan raksasa yang salah satu usahanya bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Di Kalteng, sejarah Wilmar sesungguhnya masih dapat dikatakan baru, kalau dilihat dari kepemilikan Wilmar secara langsung dalam penguasaan perkebunan kelapa sawit, sejak Wilmar mengambil alih keseluruhan kebun-kebun kelapa sawit milik PPB Oilpalm Bhd-Malaysia.

Perjalanan buruk perkebunan kelapa sawit Wilmar tidak bisa dipisahkan dari kerja-kerja awal yang dilakukan oleh PPB Oilpalm Bhd, karena pemindahtanganan dari PPB Oilpalm Bhd kepada Wilmar International Limited merupakan merger dan penggabungan modal saja. PPB Oilpalm Bhd sebelum merger dengan Wilmar telah memiliki 18 unit PBS di Kabupaten Seruyan dan Kotim dengan luas sekitar 288 ribu hektar

Nordin mengatakan, sebanyak 20 dari 50 izin perusahaan kelapa sawit yang telah dikeluarkan Pemkab Seruyan, hingga saat ini belum operasional karena terkendala izin pelepasan kawasan oleh Menhut yang belum keluar. Luas areal 50 izin perusahaan kelapa sawit tersebut diperkirakan mencapai 800 ribu hektar, sedangkan 30 perusahaan mencapai 250 ribu hektar.

http://www.walhi.or.id/in/ruang-media/walhi-di-media/1359-aroma-korupsi-hutan-di-seruyan-sejumlah-perusahaan-dimiliki-keluarga-bupati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar